Bai Fang Li, Tukang Becak, Pahlawan Anak Yatim
Dia hampir tak pernah beli makanan karena makanan ia dapatkan dengan cara memulung. Begitupun pakaiannya. Apakah hasil membecaknya tak cukup untuk membeli makanan dan pakaian? Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun ia lebih memilih menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu.
Tersentuh
Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menawarkan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya. Namun yang membuat Bai Fang Li heran, si anak memungut makanan di tempat sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya. Ketika ia tanya, ternyata si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan. Ia gunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah di mana.
Bai Fang Li yang berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya tersentuh. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.
Tak Menuntut Apapun
Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang mendapatkan manfaat dari uang sumbangannya. Pada tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk. Saat itu ia membawa sumbangan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000.
Saat sakit :
Dengan uang sumbangan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, baru tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru.
Meninggal :
Melihat semangatnya untuk menyumbang, Bai Fang Li memang orang yang luar biasa. beliau hidup tanpa pamrih dengan menolong anak-anak yang tak beruntung. Meski hidup dari mengayuh becak (jika diukur jarak mengayuh becaknya sama dengan 18 kali keliling bumi), beliau punya kepedulian yang tinggi kepada sesama.
Seindah-indahnya manusia adalah menjadi manusia yang bermanfaat.
Sumber : in here
15 komentar:
seandainya di sini ada banyak orang seperti dia, tentu akan banyak orang yang dapat ditolongnya ....
@Joe : Semoga kita bisa menjadi seperti beliau :)
baik sekali hatinya. bagai emas murni.
salam sobat
patut diteladani Bai Fang Li.
hidup tanpa pamrih dalam menolong.
satu kata : nikmat..!
kerendahan hati dan kedermawanan yang patut di acungi jempol...
kalo orang - orang kita di gedung sana kaya gini, gak akan ada rakyat yang menderita
1x kita memberi... 70x kita kan mendapatkan...
hebat eui, patut ditiru oleh kita minimal sebagian dari hasil jerih payah (2,5%) untuk anak yatim piatu :)
patut d contoh tuh teladannya
andai semua orang berhati mulia kaya beliau.....
damai duniaku....
lam kenal, bro...newbee nih
bisa menjadi inspirasi dan motivasi agar kita belajar memberi tanpa mengharap, nice article sobat ....
pengorbanan dan perjuangan yang patut untuk di tiru, semoga sosiaLisasi jenis ini dapat membuka mata otak dan mata hati mereka agar tersentuh.
doh! artkelnya sungguh mengharukan
kisah yang sangat indah mas... semoga kita bisa mengambil inspirasi darinya... thanks sudah membaginya di sini...
aku tersentuh enj :)
Masih adakah orang yang seperti beliau di belahan bumi nusantara ini ?
Selamat jalan pahlawan, kami akan mengenang kegigihanmu dalam berjuang untuk kepentingan orang lain.
Jika hidup ini tidak ada mekanisme ujian dan cobaan, maka hidup akan selalu terlihat monoton, dan seluruh manusia menjadi sederajat, tidak akan ada rasa cinta dan kasih, semua kelabu dan tidak tercerahkan. Cobaan dan ujian merupakan kodrta manusia sebagai makhluk yang berproses menuju perbaikan diri.
Jalan keluar yang tidak memberikan jalan keluar adalah kesabaran. Sabar itu merupaan kunci keluar kesulitan. Dalam keburukan terdapat kebaikan. Sikap terbaik dari seseorang akan muncul ketika ia ditimpa musibah, karena ia akan menjadikan sabar sebagai senjata menghadapi musibah tersebut untuk selalu berharap agar musibah itu segera berakhir..
Semoga jalan keluar terbuka, semoga dapat mengobati jiwa dengan doa. Janganlah berputus asa manakala kecemasan yang menggenggam jiwa menimpa. Saat paling dekat dengan jalan keuar adalah ketika telah terbentur pada keputusasaan.
Biarkan takdir berjalan dengan tali kekangnya. Janganlah tidur kecuali dengan hati yang bersih. Tinggalkan kesedihan sedapat yang kita lakukan. Jika kita terus bersedih, kita akan menjadi berubah menjadi gila.
Belajar sesuatu yang kecil akan melahirkan sebuah sesuatu yang lebih besar.
Sukses selalu.
Salam ~~~ “Ejawantah’s Blog”
Posting Komentar
terima kasih udah mau meluangkan waktunya untuk memberikan sedikit komentar disini.